Rabu, 31 Maret 2010

NILAI BUDAYA DALAM MASYARAKAT TRADISIONAL

Nandang Rusnandar

Dalam menghadapi era globalisasi yang terus menggilas masyarakat dunia ini, maka perlu pengkajian kebudayaan secara konfrehensif. Globalisasi telah menjadi fenomena ekonomi, politik, dan budaya, tulis John Micklethwait ‘2007 : 23’ A Future The Challenge and Hidden Promise of Globalization. Kata Globalisasi mulai mendapat makna tambahan mistis, setiap orang menyebutnya tapi tidak ada yang mendefinisikannya. Bagi pemimpin Asia, globalisasi artinya dominasi Amerika. Dalam sejarah kontemporer, kita dapat menyaksikan berbagai kasus anomi sosial dan aleinasi kultural dengan segala konsekuensinya, sehingga terjadi disorientasi norma dan nilai. Sebagai solusi hal tersebut di atas, universalisme ilmu pengetahuan dan teknologi tidak perlu memudarkan kesadaran sejatinya identitas; aleinasi dari kesejatian diri sendiri adalah awal dari satu perubahan yang akhirnya bisa menjadi tanpa arah dan bahkan bebas nilai.

Pembangunan adalah suatu gerakan yang berorientasi pada nilai-nilai “value-oriented movement’. Di sini mengapa Budaya Penting? Dapat dirumuskan bahwa pembangunan, menimbulkan pergeseran budaya, tata nilai, adat istiadat, dan perubahan lain dari ciri mandiri kehidupan masyarakat. Bagi para budayawan atau ilmuwan bertitik tolak pada pemikiran yang menyatakan bahwa peninggalan masa lalu merupakan warisan yang tak ternilai harganya, maka semua bentuk peninggalan harus dilestarikan demi memperkaya dan memperkokoh khasanah budaya. Slogan yang disarankan oleh Timothy Ash, yaitu “Think global, act local” seharusnya paradigma berfikirnya dibalik “think local, act global’ saat ini sudah sama pentingnya. Bahwa budaya lokal harus menjadi primadona dalam menghadapi tantangan globalisasi dan keterpurukan yang diakibatkan olehnya, sehingga manusia tidak tercerabut dari akar budayanya sendiri.

Nilai-nilai yang menjadi ciri identitas suatu budaya ‘genus lokal’ akan berkaitan erat dengan otentisitas perilaku / visi hidup masyarakat pendukung budaya lokal tersebut. Nilai-nilai kearifan lokal perlu disiasati secepatnya dan diaktualisasikan dalam kehidupan keseharian, agar nilai-nilai tadi tidak hanya sebatas knowledge atau kanyaho ‘pengetahuan’ saja.

Pentingnya memahami ‘nilai-nilai budaya’ sebagai energi sosial yang mendorong kreativitas dan inovasi masyarakat. Hal itu disebabkan ‘nilai budaya’ secara kokoh membentuk kinerja politik, ekonomi, dan sosial suatu bangsa. Upaya ilmiah untuk memahami dan memanfaatkan nilai-nilai budaya tersebut mutlak diperlukan oleh semua insan : budayawan, birokrat, dan semua unsur adalah : Revitalisasasi ‘dihidupkan lagi dan didorong agar tumbuh dan berkembang’; Reaktualisasi ‘dihidupkan kembali dengan ‘miindung ka usum mibapa ka jaman’; Revisi ‘disesuaikan dari tujuan semula’; Restrukturisasi ‘dimodifikasi agar sesuai dengan jamannya’; Fill In ‘diisi dengan nilai-nilai baru’; Inovasi ‘adanya kreatfitas budayawan agar lebih menarik’; Kreasi ‘membuat kreasi baru yang sesuai dengan daerahnya’; Delete ‘adanya penghapusan nilai-nilai yang tidak sesuai’

Ketika perubahan jaman terjadi karena desakan dan kebutuhan, maka pola pikir manusia pun berubah sesuai dengan kebutuhan yang dihadapinya. Di sini ada paradigma baru bersifat kedirian yang tercerabut dari akar budayanya. Begitu pula dengan pola pikir manusia yang diwujudkan dalam tradisi, dengan adanya perubahan yang mengglobal, maka tradisi itu pun selalu berubah pula.

Perwujudan tradisi yang diterapkan masyarakat selalu berkaitan dengan alam sekitar, karena hukum alam adalah hukum Tuhan yang sangat dipatuhinya, sehingga ketika manusia akan bersentuhan dengan alam, mereka sadar akan dirinya dan Tuhannya. Hubungan harmonis ini selalu dilestarikan dengan sikap dan gaya hidupnya. Dari sinilah lahir norma dan falsafah hidup yang arif bijaksana yang sadar akan kelangsungan generasinya. Kesadaran itu diterapkan dalam menjaga dan menghormati alamnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar